ZI WBBM

Forum Pemangku Kepentingan: Peluang dan Tantangan

Akhmad Sudirman | 13 November 2021
Forum Pemangku Kepentingan: Peluang dan Tantangan

Forum Kolaborasi

Sebagai upaya dalam memperbaiki tata kelola pendidikan pemerintah melalui Kemdikbudristek melakukan serangkaian perubahan dengan melakukan tranformasi pada lini terdepan yaitu sekolah atau satuan pendidikan. Tranformasi sekolah dengan melahirkan program sekolah penggerak (PSP) didasarkan upaya untuk memperluas dampak, bukan hanya terhadap sekolah yang lain tetapi juga terhadap stakeholder atau para pemangku kepentingan. Pelibatan stakeholder pendidikan semakin didorong dengan menjadikan sekolah sebagai aktor yang aktif dalam menggerakkan para pemangku kepentingan.  Salah satu strategi yang digunakan untuk mendorong keterlibatan stakeholder adalah dengan pendekatan pembudayaan program atau scaling deep. Riddell dan Moore (2015) menjelaskan bahwa strategi replikasi scaling deep  menyasar perubahan pada cara berpikir, budaya kerja dan meningkatkan relasi terhadap komunitas. Ekspektasi dari pendekatan ini adalah para pemangku  kepentingan  memiliki cara pandang dan nilai-nilai yang berorientasi pada peningkatan mutu pembelajaran.

Salah satu media pembudayaan dalam PSP adalah Forum Pemangku Kepentingan. Forum Pemangku Kepentingan adalah forum diskusi terkait upaya peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan yang bisa dilakukan stakeholder pendidikan di masing-masing satuan pendidikan. Salah satu tujuan dari forum ini adalah memungkinkan terjadinya interaksi dan kolaborasi antara para pemangku kepentingan dalam rangka peningkatan mutu. Beberapa stakeholder yang diharapkan berpartisipasi dalam forum tersebut antara lain komite pembelajaran, orang tua, siswa instansi pendidikan di tingkat pusat dan daerah. Kehadiran stakeholder dalam forum ini bukan hanya berbagi praktek baik, tapi menyampaikan gagasan dan imajinasi mereka tentang sekolah yang ‘berkualitas’. Sekolah yang bukan hanya menyenangkan, tapi mampu menumbuhkembangkan potensi dan karakter anak. Sekolah yang mendorong kemampuan kognitif dan juga kemampuan sosial anak. Sekolah yang melahirkan profil pelajar Pancasila.

Peluang

Kehadiran forum ini tentu saja sangat dibutuhkan karena keberhasilan dalam peningkatan hasil belajar dan pembentukan karakter siswa ditentukan juga oleh faktor orang tua, masyarakat dan dukungan dari pemerintah. Forum ini dapat menjadi tempat lahirnya inovasi pembelajaran yang bisa membawa perubahan bagi dunia pendidikan di Indonesia. Keterlibatan tri sentra pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat diharapkan memperkuat peran masing-masing aktor dalam membangun karakter anak. Melalui forum ini, Permendikbud No. 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan bisa lebih disosialisasikan dan diperkuat dalam upaya mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Sesi berbagi praktek baik dapat menyediakan ruang bagi orang tua dalam mengimplementasikan Permendikbud tersebut.

Selain itu, tersedianya alokasi waktu untuk berbagi mimpi tentang sekolah yang menjadi harapan tentunya menjadi pembeda dari forum ini. Sesi berbagi mimpi menyediakan ruang bagi siswa untuk ‘bersuara’ mengenai lingkungan sekolah yang mereka harapkan. Karena bagaimana pun, semua reformasi pendidikan yang digulirkan tujuannya adalah menyediakan ‘peluang sosial’ bagi peserta didik untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Tantangan

Sebagai sebuah media kolaborasi, tantangan utama yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana menyatukan langkah di tengah beragamnya kepentingan dan agenda para peserta forum.  Perbedaan pandangan, status, keilmuan ataupun pengalaman tentu saja memperkaya strategi-strategi yang lahir dalam meraih sekolah impian. Namun di sisi lain, atribut-atribut budaya tersebut berpeluang mempersempit ruang gerak bagi inovasi baru. Faktor budaya terkadang menghambat ide-ide yang ‘out of the box’ dan berpeluang menghalangi perubahan ke arah yang lebih baik.

Dalam perspektif budaya, Indonesia adalah sebuah masyarakat kolektif yang sangat menjaga harmonisasi dalam kelompok. Setidak-setidaknya itu yang ingin disampaikan House dkk (2004) dalam sebuah riset  tentang organisasi, budaya dan kepemimpinan. Lebih lanjut, riset House menunjukkan bahwa secara kultural masyarakat Indonesia memiliki tingkat asertif rendah dan power distance/ jarak kekuasaan tinggi. Tingkat asertif rendah artinya orang Indonesia pada umumnya tidak mengungkapkan pikirannya secara langsung untuk menghindari konflik atau menjaga hubungan baik. Sedangkan jarak kekuasaan tinggi mempunyai makna bahwa Indonesia mempunyai budaya yang sangat bergantung dan tunduk pada hirarki, baik jabatan, status sosial, maupun umur.

Berbagi praktek ataupun mimpi bersama antara aktor yang terlibat dalam forum sangat diharapkan sebagai input untuk mendapatkan visi sekolah yang ‘bermutu’. Namun dengan melihat aktor-aktor yang terlibat, ada kemungkinan pihak yang memiliki otoritas atau status yang lebih rendah merasa canggung untuk menyampaikan apa yang benar-benar menjadi impian atau harapannya. Siswa akan canggung bercerita tentang mimipinya kepada orang-orang dewasa yang hadir. Seorang guru mungkin sungkan bercerita tentang praktek baik atau mimpinya dihadapan kepala sekolah ataupun pihak dinas. Orang tua enggan bercerita pengalaman mendidik anak karena ada anggapan mereka tidak punya kompetensi sebagai pendidik. Rasa canggung atau sungkan ini tentu berdampak pada visi bersama yang terbangun dan berpotensi melahirkan strategi yang kurang tepat.

Namun, Kemdikbudristek sepertinya telah menyadari kemungkinan skenario karena faktor budaya ini. Hal ini terlihat dari kompetensi yang diharapkan dari sesorang ketika mendaftar sebagai Pelatih Ahli (PA). ‘Dapat membangun hubungan yang positif ‘ dan ‘dapat memfasilitasi perubahan’ adalah dua kompetensi spesifik yang diharapkan dari seorang PA. Pelatih Ahli harus dapat membangun hubungan dengan aktor-aktor dari berbagai spektrum budaya dan menuntun mereka melangkah ke arah yang lebih baik. Pelatih Ahli bukan hanya berperan sebagai fasilitator dalam knowledge transfer tapi mediator dalam  mereduksi pengaruh budaya yang dapat menghambat mengalirnya ide atau imajinasi kreatif.

Kesimpulan

Forum Pemangku Kepentingan sebagai forum kolaborasi dapat melahirkan inovasi pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu pendidikan. Forum ini akan memperkuat hubungan antara unsur-unsur tri sentra pendidikan. Namun sebagai sebuah terobosan baru dalam pembudayaan mutu di kalangan stakeholder, hambatan dan tantangan sudah pasti tidak dapat dihindari. Faktor budaya menjadi faktor penting yang perlu mendapat perhatian. Mengumpulkan pihak-pihak dengan status yang berbeda di tengah-tengah masyarakat dengan budaya yang kurang asertif dan tinggi jarak kekuasaannya bisa mengambat proses terjadinya barter praktek baik dan  peleburan imajinasi. Peran Pelatih Ahli dalam ‘memerdekakan’ aktor yang terlibat sangat penting. Pihak dengan level otoritas yang lebih rendah harus dimerdekakan agar idenya dapat mengalir dengan lebih leluasa. Di sisi lain, yang berada di puncak hirarki harus dimerdekakan dari prasangka bahwa merekalah satu-satunya pemegang otoritas kebenaran. Pelatih Ahli, the floor is all yours.

Referensi

House, R., Hanges, P.J., Javidan, M., Dorfman, P.W., & Gupta, V. (2004). Culture, leadership, and organizations:The GLOBE studies of 62 societies. CA, USA: SAGE Publications

Riddell, Darcy dan Lee Moore Michele et al. 2015. Scaling Up, Scaling Up, Scaling Deep:Advancing Systemic Social Innovation and Learning Process to Support It. The J.W McConnel Foundation

Si Intan (Sistem Informasi Instan) BPMP Provinsi NTB
Bot SI INTAN (Sistem Informasi Instan)
BPMP NTB
Bot sedang mengetik...